Minggu, 01 November 2015

Problematika Masyarakat Perbatasan

Problematika Masyarakat Perbatasan
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Negara merupakan suatu organisasi dimana didalamnya terdapat sekumpulan orang atau masyarakat yang memiliki satu tujuan, hidup dalam suatu wilayah dan memiliki kedaulatan atas negaranya. Sudah 67 tahun Indonesia merdeka, pasang surut dinamika sosial politik telah dilalui mulai era orde lama, orde baru hingga kini era reformasi. Sebagai negara yang sedang berkembang, bisa dibilang Indonesia sedang berjalan menuju arah kedewasaan suatu negara.
Di era orde lama kita mengenal bahwa dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno Indonesia dikenal sebagai negara baru yang sangat diperhotungkan dengan semangat nasionalisme yang kuat pasca kemerdekaan. Indonesia meniti setiap langkah dalam membangun negara sesuai tujuan dan visi negara yang tercantum dalam pembukaan undang – undang dasar 1945. Kita merasa bangga pada saat itu stabilitas sosial politik ekonomi sangat baik, meskipun memang secara ekonomi kita masih kurang mampu mensejahterakan rakyat Indonesia.
Rezim berganti kepda orde baru dibawah tampuk  pimpinan Soeharto. Dimana geliat pembangunan infrastruktur  dan pembangunan ekonomi menjadi panglima utama dalam perjuangan misi negara Indonesia. Namun disadari atau tidak implikasi dari konsep pembangunan saat itu, arus kapitalisasi dan liberalisasi mulai masuk ke Indonesia dan perlahan demi perlahan mengikis nasionalisme bangsa Indonesia baik di  bidang sosial budaya maupun ekonomi dan politik.
Negara barat sebagai empunya kapitalisasi, globalisasi, dan liberalisasi semakin kuat menggerogoti negara kita. Berbeda dengan zaman feodalisme dan kolonialisme bangsa Indonesia dulu, kini kapitalisme barat menguasai Indonesia tanpa kita menyadarinya.
Kita contohkan dalam bidang ekonomi, dengan masuknya Indonesia dalam organisasi – organisasi dunia, baik hubungan bilateral maupun multilateral memberikan dampak signifikan dalam setiap kebijakan ekonomi bangsa Indonesia. Dengan adanya perdagangan bebas asia, pedagangan bebas dunia, investasi modal asing di Indonesia. Menyebabkan kapitalisme semakin merajalelal di bumi pertiwi.
Seiring dengan pendapat Marx mengenai kapitalisme dalam teori kelasnya.       Bahwa kapitalisme akan senantiasa menciptakan kelas – kelas sosial yang satu sama lain sangat timpang, ada jarak dan jurang pemisah yang dalam antar kelas – kelas sosial. Bisa kita lihat dalam realitas saat ini, dimana ada kesenjangan antara kaum pemilik modal dan para buruh pabrik, orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin. Karena memang itu asumsi orang – orang kapitalis dimana semuanya diperuntukan untuk memperkaya dirinya.
Namun kapitalisme ini kita juga bisa lihat dalam melihat realita daerah perbatasan Indonesia. Sebagai jendela negara, wajah negara, tak pantas kita melihat adanya kesengsaraan yang dialami masyarakat perbatasan. Banyak problematika yang  dihadapi masyarakat daerah perbatasan. Mulai dari kemiskinan, minimnya infrastruktur, lunturnya nasionalisme, dan lainnya. Untuk itu disini kami mencoba menganalisis problematika masyarakat di daerah perbatasan dengan menggunakan prespektif teori kelas.


BAB II
PEMBAHASAN

Pebatasan Indonesia meliputi perbatasan darat, laut dan udara. Namun yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia, Australia, Brunei Darussalam, dan lainnya adalah wilayah perbatasan darat dan laut.
Setiap wilayah perbatasan negara Indonesia memiliki karakteristik dan ciri khas masing – masing dipengaruhi kultur budaya, etnis, kearifan local dan potensi alam yang ada di kawasan tersebut. Misalnya kita bisa melihat daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan dengan potensi sumber daya alam yang sangat melimpah seperti kayu hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan emas dan batu  bara serta  masih banyak lainnya. Sebagian besar dari potensi sumberdaya alam tersebut belum dikelola, dan sebagian lagi merupakan kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai sebagai world heritage yang perlu dijaga dan dilindungi.
Namun saat  ini beberapa areal hutan tertentu yang telah dikonversi tersebut berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta nasional bekerjasama dengan perkebunan Malaysia.
Seiring dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di kawasan tersebut, maka berbagai kegiatan ilegal telah terjadi seperti pencurian kayu atau penebangan kayu liar (illegal logging) yang dilakukan oleh oknum-oknum di negara tetangga bekerjasama dengan masyarakat Indonesia. Kegiatan penebangan kayu secara liar oleh orang-orang Indonesia ini dipicu oleh kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan, serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di kawasan tersebut.
Implikasi dari hal tersebut, dengan potensi kawasan perbatasan Indonesia di Kalimantan yang sangat melimpah tidak berbanding lurus dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia di kawasan tersebut. Masih banyak problematika yang dihadapi masyarakat perbatasan seperti kemiskinan, keterasingan akses informasi, infrastuktur jalan yang buruk, kualitas pendidikan serta layanan kesehatan yang sangat jauh dari kata layak.
Dalam film Tanah Surga Katanya? Jelas dipertontonkan potret realita begitu perihnya hidup di kawasan perbatasan. Betapa sulitnya untuk mengakses kebutuhan- kebutuhan pokok. Symbol – symbol negara yang harusnya memupuk rasa nasionalisme tidak terlihat disana, banyak masyarakat yang lebih menggantungkan hidupnya pada negara tetangga, bekerja di negara tetangga, bertransaksi di negara tetangga, dan hidup bersosialisasi pun dengan masyarakat negara tetangga serta lebih fasih menggunakan bahasa negara tetangga.
Ironi bagi negara sebesar dan sekaya Indonesia, sebagai wajah terluar identitas negara telah dihancurkan dengan kondisi problematika masyarakat perbtasan yang begitu rumit.
Dari sekian banyak problematika masyarakat perbatasan, saya mencoba mengerucutkan beberapa problem utama masyarakat perbatasan yang dikutip dari data Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan. Diantaranya:
1.      Belum jelasnya penataan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam
Belum jelasnya penataan ruang ini ditunjukkan dengan terjadinya tumpang tindih pemanfaatan ruang atau lahan  baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar kawasan budidaya seperti kegiatan pertambangan dan kehutanan yang berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat. Banyaknya lahan – lahan hutan lindung yang dimiliki pemerintah dialihfungsikan dan dialihgunakan kepada pihak swasta (kaum kapitalis) untuk dieksploitasi demi keuntungan segelintir pengusaha, dan masyarakat pribumi hanya menikmati sebagian kecil lahan untuk dikelola secara pribadi.
2.      Kawasan perbatasan sebagai daerah tertinggal
Sebagian besar daerah kabupaten di wilayah perbatasan merupakan daerah kawasan tertinggal dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan kesejahteraan yang sangat timpang dengan masyarakat di pulau lain di Indonesia. Jelas konsep otonomi daerah yang dicetuskan pemerintah pun belum mampu untuk mengatasi pemerataan kesejahteraan dengan kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki bagi kesejahteraan masyarakatnya.
3.      Kendala geografis
Secara geografis kawasan perbatasan pun merupakan daerah yang sangat luas. Di Kalimantan Barat saja panjang garis perbatasan 966 km, sehingga cukup menyulitkan dalam penanganan terutama ditinjau dari aspek rentang kendali pelayanan, kebutuhan dana, dan kebutuhan aparatur. Kondisi ini semakin diperparah oleh kondisi infrastruktur jalan yang relatif sangat terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya.
4.      Rendahnya sumber daya manusia (SDM)
Kondisi ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas kesejahteraan penduduk dengan penyebaran yang tidak merata dibandingkan dengan luas wilayah dan garis perbatasan yang panjang, sehingga berimplikasi pada kegiatan pelintas batas yang ilegal. Demikian pula banyak TKI maupun TKW yang bekerja di luar negeri hanya sebagai buruh, pembantu rumah tangga dan pekerja kasar lainnya, yang jelas-jelas menggambarkan rendahnya kualitas SDM pada umumnya.
5.      Kemiskinan
Walaupun saat ini kawasan perbatasan kaya dengan sumber daya alam dan letaknya mempunyai akses ke pasar (Serawak), tetapi terdapat sekitar 45% desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35%. Jika dibandingkan dengan penduduk Malaysia tampak adanya ketimpangan pendapatan yang besar sekali. Akibatnya penduduk di kawasan perbatasan tidak memiliki posisi tawar yang sebanding dalam kegiatan ekonomi di perbatasan. Akibat lainnya adalah mendorong masyarakat semakin terlibat dalam kegiatan ekonomi ilegal guna memenuhi kebutuhannya.
6.      Keterbatasan infrastruktur
Tingkat ketersediaan dan kualitas pelayanan publik di kawasan perbatasan masih sangat terbatas, seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih, serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan dan pasar. Hal ini membuat penduduk di daerah perbatasan masih cenderung untuk berorientasi ke negara tetangga yang tingkat aksesilibilitas infrastruktur fisik dan informasinya relative lebih tinggi. Demikian pula dengan jaringan jalan darat di kawasan perbatasan Kalimantan Barat yang masih kurang, membuat masyarakat lebih sering bepergian dan berinteraksi dengan masyarakat di Serawak. Untuk fasilitas listrik, dari 14 ibukota kecamatan yang ada di kawasan perbatasan Kalimantan Barat, baru 6 ibukota kecamatan (43%) yang mendapat pelayanan. Hal ini menunjukkan besarnya perbedaan kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan masyarakat Serawak yang hampir seluruhnya telah mendapat layanan listrik. Ini menjadi salah satu penyebab rendahnya investasi ke kawasan perbatasan. Akibatnya kawasan ini menjadi daerah yang tertinggal, dan sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan.
7.      Pemanfaatan sumber daya alam belum optimal
Potensi sumber daya alam yang berada di kawasan perbatasan sebenarnya sangat besar, seperti bahan tambang (emas dan batu bara), potensi hutan dan perkebunan, namun sejauh ini upaya pengelolaannya belum dilakukan secara optimal. Selain karena permasalahan keterbatasan infrastruktur juga terkait dengan ketidakjelasan regulasi yang mengatur tentang masalah pengelolaan ekonomi di kawasan perbatasan.
8.      Terjadinya eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali
Di sebagian besar kawasan perbatasan, upaya pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara ilegal dan tak terkendali, sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup. Berbagai dampak lingkungan seperti polusi asap lintas batas, banjir, longsor, tenggelamnya pulau kecil dan lain sebagainya terjadi.

Dari beberapa pemaparan problematika masyarakat perbatasan di atas, kita bisa melihat ketimpangan yang sangat jelas dengan tingginya tingkat kemiskinan, minimnya tingkat pendidikan, minimnya infrastruktur, eskploitasi sumber daya alam yang dikuasai kaum kapitalis (pemilik modal swasta). Ini memiliki indikasi bahwa pemerintah tidak mampu berperan secara maksimal untuk mengentaskan permasalahan perbatasan. Bahkan penulis disini menyatakan bahwa negara secara sistematis untuk memelihara status quo dikawasan perbatasan ini dengan kebijakan – kebijakan ekonomi kapitalis dengan terstruktur negara mengakomodir kepentingan kaum kapitalis untuk menindas kaum pribumi (masyarakat perbatasan) itu sendiri untuk leluasa mengekspolitasi sumber daya alam tanpa ada dampak positif yang mereka berikan kepada masyarakat setempat.
Implikasinya terjadi kesenjangan sosial ekonomi diantara masyarakat antara kaum pengusaha dan kaum pribumi. Selain itu bila kita bandingkan dengan prospek pembangunan wilayah pusat ibu kota dan perbatasan juga terjadi diskriminasi yang sangat jelas, dimana ibukota negara sebagai pusatnya kapitalisme ekonomi memiliki infrastruktur yang sangat modern, sedangkan di kawasan perbatasan yang notabene wajah terluar atau halaman depan negara kita sangat memprihatinkan.
Dari timbulnya kelas – kelas sosial dari  kesenjangan sosial ekonomi tersebut, wajar bilamana nasionalisme masyarakat perbatasan telah luntur terkikis kekecewaan kepada pihak pemerintah Indonesia itu sendiri.
Namun tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan saat ini untuk menjadi lebih baik. Kita coba analisis dari beberapa permasalahan tadi untuk mencari solusi jalan keluarnya. Mungkin ada beberapa hal yang bisa pemerintah Indonesia lakukan, misalnyaPertama, pembenahan dan akselerasi infrastruktur kawasan perbatasan menjadi focus utama yang harus dipenuhi pemerintah. Hiraukan dulu konsep otonomi daerah, dalam penanganan infrastuktur ini pemerintah harus secara khusus mengucurkan dana dan menangani langsung untuk  percepatan pembangunan infrastruktur. Seperti pembangunan jalan, pusat –pusat ekonomi dan suplai barang kebutuhan pokok menjadi hal penting yang harus terpenuhi.
Kedua, penguatan sistem penegakan hukum terutama dalam keamanan perbatasan serta aturan mengenai tata kelola hutan dan sumber daya alam di kawasan perbatasan. Sehingga mampu meminimalisir kegiatan illegal dalam pengelolaan sumber daya alam. Pengurangan kapitalisasi investasi pihak swasta pun menjadi salah satu tawaran logis, dimana sumber daya alam yang melimpah itu jauh lebih baik dikelola oleh negara dan diperuntukan untuk kepentingan negara (masyarakat) sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 33 tentang pengelolaan sumber daya alam yang diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat dan dikelola oleh negara.
Ketiga, peningkatan sumber daya manusia dengan peningkatan fasilitas pendidikan dan kualitas pendidikan akan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat perbatasan. Tentunya pendidikan karakter berbasis peningkatan wawasan kebangsaan akan menumbuhkan nasionalisme warga perbatasan untuk lebih mencintai negaranya sendiri.
Harapannya dengan tawaran solusi tersebut, segala permasalahan masyarakat perbatasan yang berlangsung berlarut – larut mampu diminimalisir dan diatasi dengan baik dan cepat selesai.
Salah satu contoh kasus problematika masyarakat perbatasan, adalah masyarakat yang berada di Kalimantan timur.
Kalimantan Timur merupakan salah satu kawasan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Dimana dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Kalimantan Timur terdapat tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia yaitu: Kabupaten Nunukan dengan 6 Kecamatan (Kecamatan Krayan, Kecamatan Krayan Selatan, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik), Kabupaten Kutai Barat dengan 2 Kecamatan (Kecamatan Long Apari dan Kecamatan Long Pahangai) sedangkan untuk Kabupaten Malinau dengan 5 Kecamatan yaitu kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Kayan hilir, Kecamatan kayan Selatan, Kecamatan Pujungan dan Kecamatan Bahau Ulu.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQ9zo_7z42amHUq3d92Fj87M8NJ1g7yeeYoZ1yDn6MO7aZMR1eabFgG_5YNLqZN4F1HBcKXAGSgvcdlz5aQNAf8gNsEmglqXOz_MuQw3EEtPLUoc42GiU03eR1LgyGlI7TmTIob3jpCcur/s320/kaltim.gif


Daerah perbatasan merupakan wilayah strategis sekaligus daerah rawan terkait dengan masalah-masalah pertahanan dan keamanan negara. Oleh karenanya sangat perlu untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar khususnya yang menyangkut pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi produktif masyarakat dan keamanan. Selama ini daerah perbatasan masih identik dengan daerah yang terisolir, terpencil, terbelakang dalam berbagai macam aspek kegiatan baik sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan.

Disparitas pembangunan khususnya di daerah perbatasan dan non-perbatasan yang masih terjadi memang merupakan akumulasi dari berbagai masalah yang sangat kompleks antara lain meliputi:
• Model paradigma pembangunan di masa pemerintahan Orde Baru yang memang sangat kurang memperhatikan pembangunan daerah, khususnya pembangunan daerah-daerah perbatasan.
• Letak geografis yang tidak menguntungkan dan jauh dari pemukiman perkotaan.
• Kurangnya sarana dan prasarana trasnportasi serta komunikasi sehinggga mengakibatkan kecamatan tersebut terisolir, terpencil, dan terbelakang dari orbit kegiatan sosial dan ekonomi.
• Lemahnya SDM yang diakibatkan karena minimnya pendidikan yang diperoleh masyarakat serta kurangnya transportasi dan komunikasi.
• Karena sulitnya transportasi mengakibatkan kebutuhan pokok masyarakat harganya menjadi mahal, di lain pihak hasil-hasil produksi masyarakat di bidang pertanian tidak dapat dipasarkan ke kota.

Dengan memperhatikan paparan tersebut di atas maka permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh kawasan perbatasan Kalimantan timur secara umum dapat dibagi dalam 3 (tiga) level yaitu: level lokal, level nasional, dan level internasional.

Pada level lokal:
Pada level lokal permasalahan yang dihadapi adalah:
 a. Keterisolasian
 b. Keterbelakangan
 c. Kemiskinan
 d. Mahalnya harga barang dan jasa
 e. Keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan publik (infrastruktur)
 f. Rendahnya kualitas SDM pada umumnya
 g. Penyebaran penduduk yang tidak merata
 h. Terjadinya penumpukan TKI di Kab. Nunukan akibat adanya deportasi dari Malaysia

Pada level nasional:
Sedangkan pada level nasional, pembangunan perbatasan dihadapkan pada masalah:
 a. Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada pembangunan daerah perbatasan
 b. Belum adanya payung hukum dan lembaga yang menangani khusus wilayah perbatasan
 c. Tapal batas negara
 d. Penyelundupan tenaga kerja Indonesia
 e. Masih kurangnya personel, anggaran, prasarana dan sarana, serta kesejahteraan anggota TNI/POLRI
 f. Terjadinya perdagangan lintas batas illegal
 g. Kurangnya akses dan media komunikasi dan informasi dalam negeri
 h. Terjadinya proses pemudaran (degradasi) wawasan kebangsaan
 i. Illegal loging dan Illegal fishing oleh negara tetangga
 j. Belum optimalnya koordinasi lintas sektoral dan lintas wilayah dalam penanganan wilayah perbatasan

Pada level Internasional:
Pada level internasional ini permasalahan pembangunan perbatasan dihadapkan pada masalah:
 a. Kesenjangan prasarana dan sarana yang terjadi pada daerah perbatasan di Indonesia jika dibandingkan dengan Malaysia dapat menimbulkan permasalahan politik dan HANKAM.
 b. Terjadinya eksodus WNI ke negara tetangga Malaysia dikarenakan hampir seluruh wilayah kecamatan di perbatasan tidak memiliki akses jalan menuju ibukota kabupaten.
 c. Rendahnya daya saing penduduk setempat dibandingkan dengan negara tetangga.

Kondisi daerah perbatasan seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa letak geografis daerah perbatasan sangatlah tidak menguntungkan. Hal ini mengakibatkan kehidupan masyarakat setempat serta pembangunan wilayah perbatasan masih sangat terbatas dan relatif tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan daerah-daerah yang terletak dekat dengan pusat pemerintahan. Hal ini mengisyaratkan bahwa diperlukannya peningkatan keserasian pembangunan daerah perbatasan dengan daerah lain.

Ketahanan nasional di daerah perbatasan memiliki peran penting dan juga rentan terhadap masuknya berbagai pengaruh negatif baik dari segi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ideologi serta menjadi “tameng” bagi pertahanan dan keamanan negara.

Upaya pembangunan yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, menghadapi problematika pembangunan yang cukup berat dan kompleks, seperti:

1. Kesenjangan dalam perkembangan sosial ekonomi yang mencolok antar wilayah desa, antar desa dan kota, dan antar sektor ekonomi.
2. Kurangnya peranan dan keterkaitan sektor modern terhadap sektor tradisional.
3. Terbatasnya sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas.
4. Masih rendahnya tingkat aksesibilitas wilayah dan kurangnya kemudahan terhadap fasilitas berusaha sehingga menjadi kendala untuk menarik investasi.
5. Terbatasnya infrastruktur berupa sarana dan prasarana transportasi.
6. Keadaan topografi yang berat, sebagian besar bergunung-gunung, sehingga sulit dijangkau oleh program pembangunan.

Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Timur khususnya dalam upaya membuka keterisoliran desa-desa yang berada di perbatasan, merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat oleh karena itu maka pembangunan sarana transportasi merupakan prioritas utama yang diarahkan pada peningkatan peranannya sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dengan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi agar tercipta keterpaduan bangsa antar sektor dan wilayah guna memantapkan sistem transportasi nasional terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman, cepat, terjangkau oleh masyarakat serta efektif, efisien dalam mendukung pola produksi dan distribusi nasional, pengembangan wilayah khususnya Kawasan Timur Indonesia serta sektor-sektor perekonomian lainnya dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dengan mendorong peran aktif masyarakat. Dengan melihat kenyataan ini maka pembangunan transportasi pada daerah perbatasan perlu mendapatkan perhatian dan menjadi prioritas utama dari pemerintah khususnya untuk memecahkan permasalahan “keterbelakangan, ketertinggalan, dan keterisoliran” agar dapat menunjang distribusi hasil produksi daerah perbatasan ke daerah lainnya.

Permasalahan besar yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan khususnya di tiga Kabupaten yang ada di kalimantan Timur dan terletak di perbatasan tersebut, antara lain disebabkan oleh letak geografis yang sebagian besar dimiliki oleh kabupaten sebagai daerah perbatasan sangat terpencil sehingga pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dapat dilakukan masih sangat minim. Dimana hampir seluruh kawasan kecamatan/desa yang ada di perbatasan hanya dapat dijangkau dengan menggunakan pesawat udara.

Hal ini disadari bahwa dalam proses pembangunan, dalam konteks pencapaian keberhasilan, merupakan suatu tujuan yang terus-menerus diupayakan mengingat hakekat pembangunan adalah melakukan perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kepada kondisi yang lebih baik lagi.

Konsekuensi pencapaian sasaran seperti yang diharapkan dalam proses pembangunan, maka perlu adanya usaha-usaha untuk menciptakan kondisi yang dapat memberikan rangsangan serta peluang yang sebesar-besarnya bagi potensi-potensi pembangunan untuk berpartisipasi dan berprestasi dalam usaha pembangunan di berbagai bidang dan sektor baik bidang ketrampilan, keahlian dan kelembagaan, maupun berbagai usaha peningkatan kegiatan dan hubungan masyarakat.



BAB III
Penutup

a. Kesimpulan
            Banyak factor yang menyebabkan problematika masyarakat di daerah perbatasan, diantaranya aturan hokum yang lemah, rendahnya standar hidup, kurangnya pendidikan, minimnya infrastruktur publik, dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Peran pemerintah juga sangat penting untuk memajukan standar hidup masyarakat perbatasan.
b. Saran
            Dalam memajukan standar hidup masyarakat perbatasan, peran pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat itu sendiri seperti fasilitas untuk meningkatkan pendidikan, pelayanan kesehatan yang memadai peningkatan aturan hukum, serta tata kelola sumber daya alam yang baik. Kesadaran masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam memajukan kualitas sumber daya manusia di daerah perbatasan untuk menjadi lebih baik

Daftar Pustaka:
-http://myardilaya.blogspot.co.id/2013/06/makalah-problematika-masyarakat.html
-http://mayorpelangi.blogspot.co.id/2010/04/permasalahan-perbatasan-di-indonesia.html
https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=HIg1Vvj0N6bFmAWI779A#q=permasalahan+masyarakat+daerah+perbatasan

-http://id.wikipedia.org/wiki/Kelas_sosial