2.2. Digital Cinema
2.2.A. Produksi Film Digital
Dalam produksi film terdiri atas tiga proses utama yaitu
kegiatan pra-produksi, produksi dan post-produksi.
a. Pra-produksi
Pra-produksi merupakan tahap perencanaan produksi film yang
akan diproduksi. Di tahap ini, perekrutan awak produksi film harus sudah
terpilih, dan kru film juga harus sudah menentukan jenis film yang akan dibuat.
Naskah cerita dari film yang akan dibuat pun harus sudah benar-benar matang.
Rancangan anggaran juga harus sudah diselesaikan dan sesegeran mungkin harus
mencari dana untuk pembuatan film. Dan tidak lupa yang paling penting para
pemeran dan pelaku dalam film telah terpilih melalui proses seleksi (casting).
b. Produksi
Setelah selesai proses pra-produksi kita sekarang masuk
dalam kegiatan produksi dalam sebuah film. Dan dalam produksi ini biasanya
melaksanakan pengambilan gambar dengan (take shot) atau lebih
dikenal dengan syuting. Proses syuting pun dilaksanakan sesuai jadwal yang
telah dibuat. Jadwal syuting secara garis besar tercantum pada breakdown dan
detail jadwal setiap harinya dicantumkan ke dalam rundown.
c. Post-produksi
Setelah proses produksi selesai, makan selanjutnya dalam pembuatan film adalah post produksi. Dalam tahap ini hasil rekaman gambar diolah dan digabungkan dengan hasil rekaman suara. Penggabungan tersebut harus disesuaikan dengan naskah sehingga dapat menjadi satu kesatuan karya audio visual yang mampu dinikmati para penikmat film. Adapun aspek dalam kegiatan post-produksi, antara lain:
Setelah proses produksi selesai, makan selanjutnya dalam pembuatan film adalah post produksi. Dalam tahap ini hasil rekaman gambar diolah dan digabungkan dengan hasil rekaman suara. Penggabungan tersebut harus disesuaikan dengan naskah sehingga dapat menjadi satu kesatuan karya audio visual yang mampu dinikmati para penikmat film. Adapun aspek dalam kegiatan post-produksi, antara lain:
Editing Offline
Merupakan tahapan penyuntingan kasar, dimana setiap adegan
pun disesuaikan dengan urutan naskah.
Editing Online
Setelah melalui tahap picture locked, langkah
selanjutnya mengerjakan tahap editing online. Pada kegiatan editing online
ini, susunan adegan yang sudah “dikunci” ditambahkan efek suara, music
scoring (musik latar), serta efek visual lain seperti coloring, animation,
serta special effect. Proses editing tidak lagi mengacu pada
naskah.
2.2.B. Keunggulan dan Keindahan Film Digital
Estetika film merupakan sebuah studi yang melihat film
sebagai sebuah seni dan pesan artistik. Konsep keindahan, rasa dan kenikmatan
menjadi salah satu pertimbangan saat kita mendekati film dari perspektif
tersebut. Estetika merupakan sebuah disiplin filsafat yang menaruh perhatian
pada semua bentu seni. Estetika film mempunyai 2 tampilan, yaitu membahas
persoaalan film secara umum yang terkait dengan masalah estetika tersebut.
estetika film memiliki satu pendekatan utama yang meng angg ap bahwa cara
paling tepat dalam memahami film adalah melalui film itu sendiri. Meskipun hal
ini seolah mengesankan bahwa estetika film membuat "budaya sinema"
memprovokasi lahirnya sikap chauvinistik dalam jantung dari teorinya, dengan
membuat sebuah postulat di mana teori film hanya bisa dilahirkan dari film itu
sendiri atau analisa film sebagai teks. Sedangkan teori-teori yang berasal dari
luar atau bersifat eksterior hanya mampu menjadi penjelasan lapi s kedua dan
menjelaskan aspek-aspek yang tidak esensial dari film.
2.2.C. Distribusi dan Pertunjukan film digital
Selama semester pertama 2012 tercatat 46 film Indonesia beredar di bioskop dengan 7.952.203 penonton. Tahun 2008 infrastruktur distribusi relatif sama dengan saat ini.
Penyebab anjloknya jumlah penonton pada 1990 dibanding 2012 sudah jelas, yaitu karena sebagian besar bioskop “tradisional” dengan satu layar yang tersebar di berbagai pelosok nusantara gulung tikar, dan sebaliknya bertumbuhan sinepleks mewah dengan beberapa layar. Hampir semua sinepleks milik jaringan 21/XXI, yang ditopang jaringan importir milik sendiri, serta berada di mal-mal seputar Jabodetabek dan kota-kota besar. Jadi praktis sebagian besar penduduk Indonesia telah kehilangan akses menonton film di bioskop.
Saat ini ada 152 sinepleks dengan 672 layar, yang berarti bertambah banyak dibanding setahun lalu (139 sinepleks dengan 619 layar). Meskipun begitu, masa tayang film Indonesia justru menjadi semakin singkat, dari rata-rata delapan minggu tahun lalu menjadi rata-rata enam minggu. Hal itu disebabkan film impor yang beredar semakin banyak, bukan hanya jumlah judulnya tetapi juga banyaknya layar menayangkan. Film-film besar Hollywood—kini diimpor PT Omega Film yang masih berkaitan dengan importir lama milik jaringan 21/XXI yang dilarang beroperasi oleh menteri Keuangan tahun lalu (PT Camila Internusa dan PT Satrya Perkasa Esthetika)—bisa diputar serentak di lebih dari 150 atau bahkan hampir 200 layar. Yang kemudian dikorbankan alias terpaksa dikurangi jumlah layarnya karena outlet yang tersedia sangat terbatas umumnya film Indonesia.
Berkurangnya masa tayang dan semakin sedikitnya layar yang menayangkan film Indonesia dalam satu periode berarti mengurangi kesempatan masyarakat menonton. Sayangnya, beberapa produser yang mengeluh film-filmnya kehilangan banyak layar akibat serbuan film-film impor baru tidak bersedia dikutip keterangannya karena alasan yang masuk akal.
Daftar Pustaka:
-
http://putimegitasari.blogspot.co.id/2016/10/distribusi-dan-pertunjukan-film-digital.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar